Wednesday, September 26, 2007

Overtime.1


Can you keep a secret ?

Pukul 19.00, GOR Basket Bulungan. suara riuh gemuruh penonton terdengar begitu bising. Suara tepuk tangan dan teriakan dari supporter kedua tim pun terdengar jelas dari luar gedung. Hari ini adalah pertandingan Final Bola Basket IBA antara dua tim yang tersisa, tim gue, Jakarta Scorpion’s melawan tim dari Bandung The Sentinels.This is my dream, untuk bermain di pertandingan sepenting ini. Bukan karena hadiahnya, bukan karena pialanya, tapi lebih karena kepuasan batin. Just imagine, lo berada ditengah-tengah lapangan dengan dikelilingi ratusan mata yang melihat ke arah lo. Yang siap memberi semangat ataupun mencemooh, itu semua tergantung lo. Nothing can’t beat that feeling.

Kenalin, gue Dimas, gue adalah salah satu pemain dari Jakarta Scorpion’s dan kebetulan gue juga merupakan kapten tim. Gue suka basket dari gue SD. Semenjak bokap ngasih hadiah bola basket kulit dan memasang ring basket di halaman depan rumah gue sebagai hadiah ulang tahun ke-6 gue. Sejak itu juga gue langsung jatuh cinta sama olahraga yang satu ini. Bahkan sampe sekarang bola basket hadiah dari bokap itu masih ada dikamar gue. Dari basket juga gue ketemu sama sahabat gue dan cewek gue sekarang. I love basketball, basketball is my life.
Ruang Locker pemain. Gue duduk sendiri termenung sambil dengerin lagu di ipod hitam kesayangan gue. Pemain-pemain lainnya sudah diluar untuk melakukan pemanasan, sedangkan gue masih disini karena gue baru aja bicara sama pelatih gue tentang sesuatu yang harusnya udah gue kasih tau dari awal ke dia. Tiba-tiba terdengar bunyi dari handphone gue yang menandakan ada satu message baru, ternyata dari Chika.

From : Chika
My googley bear, jangan lupa dipake wristband dari aku ya ☺, and have a great game. Semangat! This is your time to shine.


Satu message itu membuat gue tersenyum. Satu message itu membuat semangat gue untuk menang bertambah besar. Kemarin, Chika tiba-tiba dateng kerumah gue untuk ngasih gue sesuatu. Wristband yang dia buat khusus buat gue. Wristband berwarna biru tua dengan bordiran berwarna putih huruf “C” yang menandakan inisial Chika disatu sisi, dan angka 11 disisi lain yang merupakan nomor favorit dan nomor punggung gue di tim.

“Dim, kenapa lo ? gak biasa-biasanya masih di locker sendiri begini, sakit ?” Tiba-tiba satu suara itu memecah lamunan gue. Ternyata Eja, dia adalah teman setim gue sekaligus sahabat gue.”
“Eh, ngga..ngga apa-apa, barusan abis dikasih wejangan sama coach.”
“Mmmh..Dim, I know about your secret.” Kata Eja hati-hati sambil memandang gue khawatir.
“Hah? darimana ? who told you?” Kata gue kaget. Gak seorangpun harusnya tau rahasia gue itu.
“Barusan coach bilang ke gue soal itu, are you sure you want to do this man?”
“…….” Gue terdiam mendengar pertanyaan dari Eja.
“It’s my dream Ja, you can’t take it away from me. Not today.”
“Tapi…”
“Ja, please, kita sahabatan dah lama, dari sekian banyak orang, gue berharap lo yang paling ngerti gue.”
“Iya, gue tau tapi…”
“Cukup Ja, Im OK, I’ll be fine.” Kata gue meyakinkan.
“Tapi please jangan sampe ada yang tau lagi soal ini…”
“..even itu Ibu atau Chika..” Kata gue menegaskan.


“Hah ? Jadi mereka ?? ” Eja kaget mendengar perkataan gue.
“Belum”
“Tapi lo akan ?”
“Iya, setelah pertandingan ini.”
“…….” Eja terdiam, raut mukanya berubah menjadi khawatir.
“Ya udah, ayo pemanasan, it’s the final Ja! We’ve got to win this!” Kata gue sambil beranjak meninggalkan Eja yang sedang duduk terdiam.

Begitu gue sampai dipintu, gue melihat stadion sudah penuh dengan supporter kedua tim. Pandangan gue tertuju ke arah penonton, ke kursi VIP, disana Ibu gue dan Chika duduk, untuk memberi semangat gue. Keduanya adalah wanita yang sangat gue sayang. Keduanya selalu menyemangati gue disetiap pertandingan gue. Dan sekarang saatnya gue untuk membuat mereka bangga dengan memenangkan final ini bersama tim gue.
Setelah melakukan pemanasan, coach mengumpulkan kita semua membentuk lingkaran untuk melakukan briefing sekali lagi tentang taktik yang akan kita gunakan. Setelah selesai giliran gue sebagai kapten untuk mengangkat moral tim.

“This is it guys, it’s the Championship game.”
“Gue tau seharusnya sekarang saatnya gue ngasih kata-kata yang bisa ngebuat kita semua semangat, hari ini ngga..gue speechles.”
“It’s our time to shine, Tunjukin kalo kita memang pantas berada disini.”
“YEAAAAH!!!!”
“Let’s go out there and have the best game of your life, all of us!”
“And most important thing..have fun, enjoy this moment!”
“YEAAAH !!”
“Gentlemen..it’s been an honor to share the field of battle with you.”
“Scorpion’s on three”
“1..2..3”
“Scorpion’s..GO!!”

Pertandingan akan dimulai, lampu-lampu stadion dimatikan. Lalu terdengar suara announcer.

“Selamat datang di Pertandingan Final Indonesian Basketball Association, yang akan memperebutkan piala bergilir dan hadiah uang sebesar lima ratus juta rupiah.”
“Hari ini tim dari Jakarta, yaitu Scorpion’s akan melawan tim dari Bandung yaitu The Sentinel.”
“Dan sekarang saatnya saya memperkenalkan para pemain, get ready..ini dia pemain dari Bandung Sentinels !!!!”

Announcer memperkenalkan para pemain satu persatu, setelah memperkenalkan pemain dari Bandung Sentinel, sekarang announcer memperkenalkan tim gue. Setelah keempat starter tim gue diperkenalkan, sekarang giliran gue

“From Jakarta Scorpion’s, on Guard, number eleven..Dimas Aryo Seno!!!”

Suara tepukan dan teriakan dari penonton membuat gue merinding. Merinding bukan karena takut bermain jelek dan kalah, tetapi merinding karena ini moment yang selama ini gue impikan, bermain di Final adalah impian gue. Dan gue akan berusaha sekuat tenaga untuk memenangkan pertandingan ini!


Clutch Shot.

Babak keempat. Detik-detik terakhir, kedudukan 77-78 untuk keunggulan Bandung Sentinels. Coach mengisyaratkan tanda time out kepada wasit.

“15 detik lagi, Jakarta Scorpion’s tertinggal satu angka, dan bila kedudukan tetap maka Bandung Sentinels lah yang akan menjadi juara IBA.” Suara Announcer terdengar disetiap sudut stadion.

“Kita pake taktik spread offense.” Kata Coach.
“Dimas, kamu cari celah kosong, kalo ngga bisa kita ganti ke Eja.”
“OK!!” Satu team serentak menjawab tanda mengerti.
“Scorpion’s on three”
“1,2,3..”
“Scorpions..GO!!”

Priiit!! Bunyi peluit tanda waktu timeout habis dibunyikan wasit. Para pemain kembali kelapangan mengambil posisinya masing-masing.

“Lima belas detik lagi dan Scorpion’s membutuhkan satu bola untuk memenangkan pertandingan.”
“Dimas mendapatkan bola, dan Bandung Sentinels menjaganya dengan double team.”
“Dia harus mengopernya ke rekan setimnya, dia mengoper ke Eja.”
“Eja mengembalikan bola lagi kepada Dimas, waktu tinggal tersisa tujuh detik!”
“Dimas tidak bisa bergerak bebas karena dijaga oleh dua orang.”
“Dia harus melakukan sesuatu..Tiga detik lagi..dua..”
“Dimas berputar, melompat melakukan fade away jumpshoot !!”
“…..MASUUUUUK!!!” Teriak Announcer menggelegar.
“ Luar Biasa !! Tembakan terakhir dari Dimas Aryo Seno membuat Jakarta Scorpion’s menjadi juara IBA untuk yang pertama kalinya!”

Terikan dari penonton dan seluruh tim Jakarta Scorpion’s bergemuruh di Stadion Basket Bulungan. Gue melihat teman-teman gue berteriak senang dan melompat-lompat menghampiri coach. Dan gue melihat Ibu dan Chika saling berpelukan. lagu “We Are The Champion.”-nya Queen mulai dimainkan. Sedangkan gue masih dalam posisi terjatuh setelah melakukan fade away jumpshoot. Gue berusaha sekuat tenaga gue untuk berdiri, tapi badan gue terasa sangat berat, pandangan gue perlahan kabur, ditengah riuh nya stadion bulungan, gue melihat Eja mendekat ke gue sambil berteriak, bukan teriakan kegembiraan, tetapi lebih ke teriakan khawatir, like something bad is about to happen.

“Dim, talk to me dim, dim sadar dim.” Eja mencoba menggoyang-goyangkan badan gue tetapi gue gak merasa apa-apa.
“Ja..kita menang ja…kita….menang.” Kata gue setengah sadar.
“Iya Dim. Kita menang, berkat lo..Bangun Dim!! Bangun !!” Eja panik, dia mencoba tetap membuat gue sadar.

Eja lalu memanggil Ibu, Chika dan Coach untuk mendekat ke gue. Gue melihat wajah Eja, Ibu, Chika dan Coach berubah dari senang menjadi khawatir dan sedih.

“Naaak, kamu kenapa naaak ??!” Teriak ibu panik, begitu mendekat dan langsung mengusap kepala gue.
“……" Chika ngga bisa berkata-kata, hanya air mata yang mengucur deras dari wajahnya.
“Heey…jangan nangis…aku menang Chik, Scorpion’s juara..” Kata gue mencoba menanangkan Chika.
Gue mencoba sekuat tenaga untuk menggerakan tangan gue untuk menghapus air mata Chika dengan tenaga gue yang tersisa.

“Dim, bangun dim, kita harus terima piala juara, kita harus ngangkat piala itu bareng dim, lo udah janji sama gue !! dan lo harus terima piala MVP dim!!” Suara Eja bergetar, dia tidak kuat menahan emosi akhirnya air matanya pun keluar.
“Lo…wakilin gue ya ja…”
“Lo..tolong jagain Ibu sama Chika…”
“Dim, udah deh jangan ngomong macem-macem!!” Eja tambah panik.
“Bu..maafin aku…”
“Ssst..udah kamu istirahat, biar cepet sembuh.” Ibu mencoba menenangkan.
“Chik…wristband kamu ajaib…gara-gara ini tembakan terakhirku masuk.” Kata gue melihat wristband pemberian Chika sambil tersenyum.

Gue lalu melepas wristband itu dari tangan gue dan mengembalikannya ke Chika.

“Kamu simpen ya beib.…sebagai simbol aku gak akan ninggalin kamu, dan biar kamu inget terus ke aku”
“…..I..iya beib.” Kata Chika sambil menangis sesengukan.
“Terima kasih buat semuanya…terima kasi…”

Perlahan lahan pandangan gue pun memudar dan perlahan menggelap, bunyi riuh disekitar stadion pun lama kelamaan seperti menjauh. Dan samar-samar gue mendengar suara orang-orang yang mengelilingi gue berteriak dan menangis, tetapi lama-kelamaan mulai hilang.




No comments: